Aku, Rindu di Perantauan [Cerpen Motivasi]
Sekolahmuonline.com - Aku, Rindu di Perantauan. Angin malam menusuk tulang, menusuk hingga ke dalam jiwa Rindu. Dia berjalan gontai di pinggir kali, airnya hitam keruh memantulkan cahaya lampu jalan yang remang-remang. Bau terasi dan asap bercampur menjadi aroma khas kota perantauan ini. Jauh berbeda dengan wangi pohon cempaka dan udara bersih kampung halamannya.
Rindu merantau ke kota besar setelah lulus SMA. Tak seperti teman-temannya yang melanjutkan kuliah, ia harus mencari nafkah. Kedua orang tuanya tak mampu membiayai pendidikan tingginya. Bekal ijazah dan doa orang tua, Rindu berangkat dengan mimpi memperbaiki kehidupan keluarganya.
Awalnya, Rindu bekerja sebagai asisten rumah tangga. Gaji yang diterima pas-pasan, dipotong untuk biaya kontrakan kamar sempit yang ia bagi dengan dua orang teman. Seringkali ia merasa terasingkan, tak jarang majikan melontarkan kata-kata kasar. Ada masanya ia menangis tersedu di pojokan dapur, rindu pada masakan ibunya dan kehangatan rumah.
Namun, air mata tak pernah bisa menyelesaikan masalah. Rindu terus berjuang. Ia belajar menjahit dari tetangga kontrakan, seorang ibu tua yang baik hati. Sambil bekerja sebagai asisten rumah tangga, Rindu menerima jahitan baju rumahan. Perlahan, pelanggannya bertambah.
Suatu hari, Rindu memberanikan diri untuk berhenti dari pekerjaannya. Ia nekat menyewa kios kecil di pasar malam. Awalnya sepi, tapi Rindu tak menyerah. Ia rajin mempromosikan jasanya di media sosial dan menawarkan jasa perbaikan baju dengan harga terjangkau.
Pelan-pelan, kios Rindu mulai ramai. Ia tak lagi bekerja sendirian. Ia mempekerjakan dua orang pemuda kampung yang juga merantau. Rasa senang bercampur haru ketika ia bisa membantu orang lain. Ia tak hanya menghidupi dirinya sendiri, tapi juga bisa mengirimkan sebagian uang untuk keluarganya.
Perjuangan Rindu belum berakhir. Ia bermimpi membuka usaha butik. Ia menyisihkan sebagian penghasilannya untuk belajar desain busana secara online. Seringkali ia begadang mengerjakan tugas dan belajar teknik menjahit yang lebih rumit.
Lima tahun berlalu, Rindu berhasil mewujudkan mimpinya. Butik mungilnya berdiri tegak dengan plang nama "Rindu Fashion". Ia tak hanya menerima jasa jahit, tapi juga menjual baju-baju hasil rancangannya sendiri.
Suatu sore, saat sedang melayani pelanggan, telepon genggam Rindu berdering. Ibunya di ujung sana, suaranya bergetar menahan haru. "Rindu, rumah kita sudah diperbaiki, ya. Ayah juga sudah tidak perlu kerja serabutan lagi." Air mata Rindu mengalir. Perjuangannya selama bertahun-tahun membuahkan hasil.
Malam harinya, Rindu duduk di beranda butiknya. Ia menatap gemerlap lampu kota. Angin malam tak lagi terasa dingin, sebaliknya membawa perasaan lega dan bangga. Rindu bersyukur, ia telah menaklukkan kerasnya perantauan. Ia membuktikan bahwa mimpi seorang anak perantau bisa diraih dengan kerja keras, tekad, dan air mata yang tak pernah sia-sia. Aku, Rindu di Perantauan.