Rangkuman PPKn Kelas 12 Kurikulum Merdeka Bagian 2 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 ~ sekolahmuonline.com

Rangkuman PPKn Kelas 12 Kurikulum Merdeka Bagian 2 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 ~ sekolahmuonline.com. Pembaca Sekolahmuonline, berikut ini Sekolahmuonline sajikan rangkuman atau ringkasan mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan untuk SMA/SMK/MA Kelas XII yang menggunakan Kurikulum Merdeka (Merdeka Belajar). Pada postingan ini Sekolahmuonline akan sajikan rangkuman PPKn kelas 12 Kurikulum Merdeka Bagian 2 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Rangkuman PPKn Kelas XII SMA/SMK/MA Kurikulum Merdeka Bagian 2 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Rangkuman PPKn Kelas XII SMA/SMK/MA Kurikulum Merdeka Bagian 2 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

Rangkuman PPKn Kelas XII SMA/SMK/MA Kurikulum Merdeka Bagian 2 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) kelas XII SMA/SMK/MA Kurikulum Merdeka (Merdeka Belajar) Bagian 2 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 terdiri dari 4 (empat) unit, yaitu:
• Unit 1 Menjawab Masalah Pelanggaran Norma dan Konstitusi
• Unit 2 Musyawarah dalam Perumusan Pancasila dan UUD NRI Tahun 1945
• Unit 3 Simulasi Musyawarah para Pendiri Bangsa
• Unit 4 Analisis Regulasi Berdasarkan Nilai-Nilai Pancasila dan UUD NRI Tahun 1945

Rangkuman Unit 1 Menjawab Masalah Pelanggaran Norma dan Konstitusi

Norma merupakan sebuah aturan bersama yang disepakati. Karena itu, ia harus ditaati oleh seluruh elemen yang ada dalam komunitas yang menyepakati. Namun, ada banyak pelanggaran terjadi. Mengapa seseorang melanggar kesepakatan, setidaknya ada 5 alasan, yaitu (1) tidak mengetahui adanya sebuah kesepakatan norma tertentu, karena tidak tersosiaslisasikan dengan baik, (2) tidak paham terhadap norma tersebut, karena rumusan norma yang tidak bisa dimengerti, (3) menyepelekan terhadap norma, (4) tidak setuju terhadap isi norma, dan (5) tidak sengaja atau terpaksa.

Ada banyak jenis pelanggaran norma. Sebuah pelanggaran, terkadang tak hanya menabrak satu sumber norma. Mencuri, membunuh, dan berzina merupakan perbuatan yang melanggar keempat sumber norma sekaligus (agama, hukum, sosial, dan kesusilaan). Di sekolah, ada banyak kesepakatan yang dilanggar. Ada peraturan, misalnya, harus tepat waktu, harus bersikap jujur, menghormati guru dan orang tua, serta tidak boleh mengaktifkan handphone di ruang kelas ketika pelajaran berlangsung.

Kita masih sering mendengar adanya pelanggaran. Bukan hanya dilakukan oleh peserta didik, tetapi bahkan oleh figur teladan di lembaga pendidikan, seperti guru dan kepala sekolah. Misalnya pungutan liar di sekolah atau jual beli kursi dalam penerimaan peserta didik baru, yang dilakukan oleh oknum yang berprofesi sebagai kepala sekolah atau guru.

Kita semua memang harus berhati-hati, agar tidak melanggar ketentuan yang telah disepakati. Marilah membiasakan diri untuk melaksanakan kesepakatan. Kita adalah anggota masyarakat atau komunitas tertentu, seperti sekolah. Apabila sebuah ketentuan telah disepakati bersama, harus kita laksanakan. Apabila tidak setuju, silakan menggunakan mekanisme yang juga disepakati bersama.

Kesepakatan (norma) berpotensi dilanggar siapa pun. Oleh karena itu, sebuah norma sebaiknya mengatur juga sanksi bagi yang melanggar. Sebuah norma harus dijaga bersama, bukan hanya oleh pemimpin. Partisipasi anggota masyarakat menjadi penting, termasuk ketika ada pelanggaran. Sanksi akan diterapkan oleh anggota masyarakat, dipimpin oleh sang pemimpin.

Sebuah sanksi diharapkan memberi efek jera, bukan memberi hukuman. Dengan menerima sanksi, perbuatan yang merugikan komunitas atau masyarakat diharapkan tidak akan terulang. Kesalahan yang tidak terulang akan membuat tujuan bersama lebih mudah diraih bersama-sama.

Terkait dengan pelanggaran konstitusi. Dalam sebuah negara hukum yang meletakkan konstitusi sebagai sumber hukum tertinggi, melanggar konstitusi merupakan pelanggaran yang sangat berat. Konstitusi tertulis kita adalah UUD NRI Tahun 1945. Maka, melanggar konstitusi maknanya adalah melanggar ketentuan yang telah disepakati dan ditulis dalam UUD NRI Tahun 1945.

Di dalam UUD NRI Tahun 1945, ada ketentuan hak dan kewajiban yang disediakan untuk warga negara. Setiap warga negara memiliki hak dan kewajiban yang menyertainya. Pasal 27 ayat (1) UUD NRI Tahun 1945, setiap warga negara wajib menaati hukum dan pemerintahan. Pasal 28J ayat (1) memberikan kewajiban setiap warga negara untuk menghormati hak asasi orang lain. Selain kewajiban juga ada hak yang dimiliki oleh setiap warga negara. Pasal 28A sampai 28J, misalnya, memuat berbagai macam hak asasi manusia yang harus dipenuhi oleh negara. Pasal 29 memastikan bahwa setiap warga negara berhak menjalankan agama dan keyakinannya.

Masih banyak lagi hak yang dimiliki oleh warga negara. Bila kewajiban bermakna bahwa setiap warga negara harus patuh dan menjalankan, demikian pula dengan hak yang dimiliki warga negara, negara wajib bersungguh-sungguh memastikan bahwa hak warga negara dapat terpenuhi. 

Rangkuman Unit 2 Musyawarah dalam Perumusan Pancasila dan UUD NRI Tahun 1945

Perumusan Pancasila dan UUD NRI Tahun 1945 didapat bukan dari satu orang saja, melainkan dari beberapa tokoh pendiri bangsa. Melalui beberapa tahap dan secara hati-hati. Misalnya, sila pertama “Ketuhanan Yang Maha Esa”, perumusannya melalui diskusi dan debat yang panjang. Proses mencapai kesepakatan terjadi dalam musyawarah beberapa kali dalam sidang BPUPK dan PPKI. Rumusan yang sempat disetujui oleh berbagai tokoh, semula adalah “Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya”. Namun, berbagai tokoh perwakilan dari Sulawesi, Nusa Tenggara, dan Kalimantan keberatan. Akhirnya, rumusan tersebut berubah menjadi “Ketuhanan Yang Maha Esa”. Demi persatuan dan kesatuan, perubahan dimungkinkan.

Musyawarah di antara para pendiri bangsa tidak serta-merta berjalan mulus. Musyawarah membahas sila pertama “Ketuhanan yang Maha Esa” disertai oleh ancaman disintegrasi bangsa. Namun, pada akhirnya semua bermufakat untuk meletakkan persatuan dan kesatuan di atas ego dan kepentingan semua pihak.

UUD NRI Tahun 1945 sejarahnya lebih dramatis. Mengalami perubahan, bukan hanya bunyi pasal dan ayatnya. Ia bahkan mengalami perubahan nama dan isinya. Dari UUD 1945, menjadi UUD RIS, UUD Sementara, dan kembali menjadi UUD 1945 pada tahun 1959 melalui Dekrit Presiden. Pada tahun 1999 sampai 2002, setelah melalui musyawarah MPR (Majelis Permusyawaratan Rakyat), banyak perubahan isi UUD 1945. Istilah yang dipakai juga menjadi Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (disingkat menjadi UUD NRI Tahun 1945).

Hari ini, Indonesia adalah milik kita semua. Generasi muda saat ini adalah para pemimpin di masa yang akan datang. Regenerasi dan pergantian tampuk kepemimpinan pasti terjadi. Kemerdekaan Indonesia harus kita isi dengan memupuk kebersamaan, bersama menjaga kesatuan dan persatuan. Tidak mudah diadu domba dan tidak goyah oleh berbagai provokasi. Kita adalah generasi yang akan menjaga Indonesia dengan sebaik-baiknya.

Rangkuman Unit 3 Simulasi Musyawarah para Pendiri Bangsa

Bermusyawarah adalah jalan terbaik dalam mencapai kesepakatan bersama, termasuk dalam mencapi rumusan bersama yang terkait dengan pemerintahan. Semua perwakilan hendaknya terlibat dalam sebuah musyawarah. Berbagai pendapat hendaknya ditampung, dicarikan jalan keluar terbaik ketika ada perbedaan yang tajam.

Di awal kemerdekaan, ada sidang-sidang BPUPK dan PPKI. Dalam kedua sidang tersebut, para pendiri bangsa bermusyawarah hingga mencapai kesepakatan rumusan Pancasila dan UUD NRI Tahun 1945. Kita telah mendapatkan materi tentang perbedaan pendapat dalam sidang-sidang tersebut.

Bagaimana mereka bermusyawarah? Bagaimana mengatur musyawarah dengan keragaman pandangan antar-peserta Bagaimana pidato dan debat antar-peserta sidang terjadi? Dalam sesi pertemuan kali ini, kalian akan melakukan simulasi penyelenggaraan musyawarah para pendiri bangsa tersebut. Kalian akan bermain peran menjadi siapa dan menyampaikan substansi yang dipidatokan oleh para tokoh tersebut.

Rangkuman Unit 4 Analisis Regulasi Berdasarkan Nilai-Nilai Pancasila dan UUD NRI Tahun 1945

Pancasila adalah sumber dari segala sumber hukum. Sedangkan UUD NRI Tahun 1945 adalah sumber hukum tertinggi di Indonesia. Maknanya adalah Pancasila sebagai falsafah dan ideologi negara harus tercermin dalam UUD NRI Tahun 1945. Selanjutnya, semua produk perundang-undangan yang ada di Indonesia harus merujuk kepada UUD NRI Tahun 1945 sebagai sumber hukum tertinggi.

Ada banyak pasal dalam UUD NRI Tahun 1945 yang merupakan cermin pelaksanaan sila dalam Pancasila. Misalnya, Pasal 29 ayat (1) dan ayat (2) merupakan cermin pelaksanaan sila pertama “Ketuhanan Yang Maha Esa”. Sepuluh pasal, Pasal 28A sampai 28J merupakan upaya pelaksanaan sila kedua “Kemanusiaan yang Adil dan Beradab”. Pasal 31-32 tentang Pendidikan dan Kebudayaan serta Pasal 33-34 tentang Perekonomian Nasional dan Kesejahteraan Sosial, menjadi cermin dari sila kelima “Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia”.

Pancasila diterjemahkan ke dalam UUD NRI Tahun 1945. Berikutnya UUD NRI Tahun 1945 menjadi sumber hukum peraturan perundang-undangan di bawahnya, terdiri dari TAP MPR, Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, Peraturan Daerah Provinsi, dan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota. Dengan demikian, diharapkan peraturan perundang-undangan semua secara otomatis mencerminkan nilai-nilai yang terkandung dalam 5 sila Pancasila.
Mei Inarti
Mei Inarti Seorang Guru Sekolah dan Ibu Rumah Tangga