Rangkuman PAIBP Kelas 12 Bab 4 Kewarisan dan Kearifan dalam Islam [PAIBP Kelas XII SMA/SMK/MA Kurikulum Merdeka] ~ sekolahmuonline.com


Rangkuman atau ringkasan PAIBP Kurikulum Merdeka Kelas XI Bab 4 Kewarisan dan Kearifan dalam Islam
Rangkuman PAIBP Kelas 12 Kurikulum Merdeka Bab 4 Kewarisan dan Kearifan dalam Islam

Rangkuman PAIBP Kelas XII Bab 4 Kewarisan dan Kearifan dalam Islam

1. Kewarisan adalah harta peninggalan dari orang yang meninggal dunia dan diwarisi oleh ahli waris yang berhak menerima sesuai aturan syariat.

2. Faraid adalah ilmu yang mempelajari dan mendalami tentang perhitungan pembagian warisan.

3. Warisan dalam Islam pembagiannya dialkukan secara adil, demokratis, dan mengangkat derajat kaum wanita, meskipun bagiannya setengah dari bagian laki-laki.

4. Dzawil furudh ialah ahli waris yang sudah ditentukan secara jelas besar kecilnya sesuai aturan syariat.

5. Ashabah ialah ahli waris yang belum tentu bagiannya, mungkin menerima semua harta atau tidak sama sekali.

Lengkap Ringkasan Materi Kewarisan dan Kearifan dalam Islam

• Dalam hukum Islam seluk-beluk pembagian warisan disebut ilmu kewarisan.
Secara bahasa kewarisan merupakan bentuk jamak dari kata mirats yaitu bentuk masdar dari kata kerja dasar waratsa – yaritsu – waratsatan. Maknanya dapat berarti kewarisan, harta yang diwariskan, dan peninggalan harta orang meninggal yang diwariskan kepada ahli warisnya.
Adapun secara istilah ilmu kewarisan adalah ilmu untuk mengetahui orang yang berhak mendapatkan harta warisan, kadar pembagian yang diterima oleh masing–masing ahli waris, dan tata cara pembagian harta warisan/harta pusaka yang ditinggalkan oleh muwaris (pewaris).

• lmu Kewarisan juga sering disebut dengan ilmu faraid. Secara bahasa faraid merupakan bentuk jamak dari kata faradah yang artinya ketentuan yang sudah ditetapkan. Adapun secara istilah ilmu faraid adalah ilmu yang sudah menentukan secara tetap dan pasti berdasarkan ketentuan syariat Islam tentang siapa saja yang berhak mendapatkan harta warisan, kadar pembagian yang diterima oleh masing-masing ahli waris, dan tata cara pembagian harta warisan/harta pusaka yang ditinggalkan muwaris (pewaris).

• Dalam ilmu kewarisan terdapat istilah-istilah khusus yang telah ditetapkan penggunaan maupun penyebutannya, seperti muwaris, tirkah, ahli waris, hijab/mahjub, dan sebagainya.
1) Muwaris adalah orang yang meninggalkan harta warisan, yang diIndonesia-kan menjadi “pewaris”.
2) Tirkah adalah harta warisan dapat berupa benda bergerak seperti uang tunai, deposito, emas dan mobil, serta berupa benda tak bergerak seperti tanah, rumah, dan bangunan lainnya.
3) Ahli Waris ialah orang yang berhak menerima warisan dari orang yang meninggal. Golongan ahli waris semuanya berjumlah 25 orang yang terdiri dari 15 orang laki-laki dan 10 orang dari pihak perempuan.
4) Hijab atau mahjub berarti tutup/tabir. Dalam fiqh kewarisan, istilah hijab  digunakan untuk menjelaskan ahli waris yang jauh hubungan kerabatnya yang kadang-kadang atau seterusnya terhalang oleh ahli waris yang lebih dekat. Orang yang menghalangi disebut  hajib,  dan orang yang terhalang disebut  mahjub. Dalam hal ini jika dari 15 ahli waris dari pihak laki-laki ada semua maka yang berhak menerima hanya ada 3 saja dan lainnya ter-hijab. Begitu pula apabila 10 ahli waris perempuan itu ada semua maka yang berhak menerima ada lima saja dan yang lain ter-hijab. Adapun apabila 25 ahli waris baik laki-laki maupun perempuan itu ada semua maka yang berhak menerima hanya ada 5 orang sementara lainnya terhijab.

• Agama Islam mengajarkan aspek kewarisan kepada umatnya dikarenakan agama yang dibawakan Nabi Muhammad SAW ini sangat menjamin hak kepemilikan atas harta (hifdz al-mal) dan kelangsungan hidup suatu keluarga (hifdz al-nasl). Orang yang sudah meninggal dunia tetap terjamin hak milik kekayaannya supaya tidak dikuasai orang lain yang tak berhak memilikinya. Begitu pula anggota keluarganya baik laki-laki maupun perempuan yang ditinggalkan muwaris yang telah meninggal dunia, supaya terjamin kelangsungan hidupnya secara adil dan merata mereka diberikan hak untuk mendapatkan warisan harta pusaka keluarga.

• Aturan ketentuan pembagian warisan terdapat dalam Al-Qur’an Surat an-Nisa ayat 7 sebagi berikut:

Artinya:
“Bagi orang laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu bapak dan kerabatnya dan bagi orang wanita ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan ibu bapak dan kerabatnya, baik sedikit ataupun banyak menurut bagian yang telah ditetapkan”. (Q.S. an-Nisa/ 4: 7)

• Pembagian warisan dalam Islam dilakukan secara adil dan demokratis. Ahli waris laki-laki diberikan hak lebih besar dari ahli waris perempuan sebab umumnya masyarakat menempatkan laki-laki sebagai pemikul tanggungjawab istri dan anak-anaknya. Ada istilah lelaki memikul sedangkan perempuan hanya menggendong. Pada saat memikul terdapat dua beban sekaligus di pundak laki-laki, sedangkan pada saat menggendong hanya ada satu beban di punggung perempuan. Ini yang menjadi alasan kenapa lelaki mendapatkan hak lebih besar daripada perempuan. 

• Dalam hukum Islam pembagian harta warisan mengandung beberapa hikmah antara lain:
a. Menghindari sifat serakah yang bertentangan dengan syariat Islam.
b. Menjalin persaudaraan berdasarkan hak dan kewajiban yang seimbang
c. Menjauhkan fitnah sesama ahli waris.
d. Menunjukkan ketaatan kita kepada Allah Swt. dan kepada rasulnya.
e. Mencerminkan kemaslahatan hidup keluarga dan masyarakat.

• Sebelum harta waris dibagikan perlu dilakukan hal-hal sebagi berikut:
a. Diambil untuk biaya perawatan mayat sewaktu sakit. Misalnya biaya pengobatan, biaya rumah sakit dan sebagainya.
b. Diambil untuk biaya pengurusan mayat. Misalnya kain kafan, papan dan lain-lainnya.
c. Diambil untuk hak harta itu sendiri. Misalnya zakat.
d. Diambil untuk membayar hutang, nadzar, sewa dan lain-lain.
e. Diambil untuk wasiat apabila ada. 

• Sebab-sebab Terjadinya Kewarisan
Dalam pembagian harta waris terdapat asbabul irtsi (sebab-sebab orang menerima harta waris) sebagai berikut:
a. Karena nasab (hubungan keturunan/darah).
b. Karena perkawinan, yakni sebagai suami/istri.
c. Karena memerdekakan budak (jika mayat pernah menjadi budak).
d. Karena ada hubungan sesama muslim. ( jika orang Islam tidak mempunyai ahli waris bisa di serahkan ke Baitul Maal ).

• Sebab-sebab Orang Terhalang Menerima Harta Warisan
Penyebab seseorang terhalang menerima harta warisan adalah sebagi berikut:
a. Hamba (budak) sebab ia tidak cakap memiliki, sebagaimana firman Allah Swt. (Q.S. an-Nahl: 75).
b. Pembunuh, orang yang membunuh tidak dapat mewarisi harta dari yang dibunuh. Sabda Rasulullah Saw. yang artinya,” Yang membunuh tidak dapat mewarisi sesuatu dari yang dibunuhnya,” (H.R. Nasai)
c. Murtad dan kafir, orang yang keluar dari Islam, yaitu antara pewaris atau yang mati, murtad salah satunya

• Golongan ahli waris
Orang-orang yang berhak menerima harta warisan semuanya berjumlah 25 orang, 15 orang dari pihak laki-laki dan 10 orang dari pihak perempuan. Dan apabila dari 15 orang dari pihak laki-laki itu ada semua maka yang berhak menerima hanya ada 3 saja (lihat bagan) dan apabila 10 orang dari pihak perempuan itu ada semua maka yang berhak menerima ada lima saja (lihat bagan), dan apabila 25 orang itu ada semua yang berhak menerima ada 5 orang (lihat bagan).
Untuk lebih jelasnya lihat bagan sebagai berikut:


• Ahli Waris Dzawil Furudh dan Ashabah
Ahli waris secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi 2 (dua):
(1) Dzawil furudh
(2) Ashabah.

Dzawil furudh artinya ahli waris laki-laki selain anak laki-laki dan cucu laki-laki, serta ahli waris perempuan secara umum yang mendapatkan bagian harta warisan dengan pembilangan yang tetap baik besar maupun kecilnya (1/2, ¼, 1/3, 1/6, 1/8, dan 2/3) dari harta peninggalan pewaris. Sedangkan Ahlul Ashabah ialah ahli waris laki-laki dan perempuan yang mendapatkan bagian harta warisan secara pembulatan berdasarkan prioritas dan faktor kedekatannya dengan pewaris.

• Bagian-bagian ahli waris yang sudah ditentukan (dzawil furudh) menurut Al-Qur’an adalah sebagi berikut:
1. Mendapat bagian setengah (1/2).
a. Anak perempuan tunggal.
b. Cucu perempuan tunggal dari anak laki-laki.
c. Saudara perempuan sekandung.
d. Saudara perempuan sebapak (jika no: 3 tidak ada)
e. Suami, jika istri yang meninggal tidak punya anak.

2. Mendapat bagian seperempat (1/4).
a. Suami, jika istri mempunyai anak.
b. Istri, jika suami yang meninggal tidak punya anak.

3. Mendapat bagian seperdelapan (1/8)
a. Istri, jika suami mempunyai anak.

4. Mendapat bagian dua pertiga (2/3)
a. Dua anak perempuan atau lebih, jika tidak ada anak laki-laki.
b. Dua cucu perempuan atau lebih dari anak laki-laki jika tidak ada anak
perempuan.
c. Dua saudara perempuan sekandung /lebih.
d. Dua saudara perempuan sebapak/lebih jika tidak ada saudara perempuan
sekandung.

5. Mendapat bagian sepertiga (1/3)
a. Ibu, jika yang meninggal tidak mempunyai anak atau saudara perempuan.
b. Dua orang saudara perempuan/lebih, jika yang meninggal tidak punya
anak atau orang tua.

6. Mendapat bagian seperenam (1/6)
a. Ibu, jika bersama anak/cucu dari anak laki-laki.
b. Ayah, jika bersama anak/cucu.
c. Kakek, jika bersama anak/cucu sedangkan ayahnya tidak ada.
d. Nenek, jika tidak ada ibu.
e. Saudara seibu, jika tidak ada anak.

Adapun yang tidak masuk dalam ahli waris dzawil furudl berarti ia mendapat bagian ashabah.
Ashobah terbagi tiga jenis yaitu:
- ashabah binafsihi (ashabah dengan sendirinya)
- ashabah bighairi (ashabah dengan yang lainnya/saudaranya) 
- ashabah yang menghabiskan bagian tertentu.

• Ashobah binafsihi adalah yang ashobah dengan sendirinya. Tertib ashobah binafsihi:
a. Anak laki-laki
b. Cucu laki-laki dari anak laki-laki terus ke bawah
c. Ayah
d. Kakek dari garis ayah ke atas
e. Saudara laki-laki kandung
f. Saudara laki-laki seayah
g. Anak laki-laki saudara laki-laki kandung sampai ke bawah
h. Anak laki-laki saudara laki-laki seayah sampai ke bawah
i. Paman kandung
j. Paman seayah
k. Anak laki-laki paman kandung sampai ke bawah
l. Anak laki-laki paman seayah sampai kebawah
m. Laki-laki yang memerdekakan yang meninggal

• Ashobah dengan saudaranya terdiri dari:
a. Anak perempuan bersama anak laki-laki atau cucu laki.
b. Cucu perempuan bersama cucu laki-laki
c. Saudara perempuan kandung bersama saudara laki-laki kandung atau saudara laki-laki seayah.
d. Saudara perempuan seayah bersama saudara laki-laki seayah.

• Ashobah yang menghabiskan bagian tertentu:
a. Anak perempuan kandung satu orang bersama cucu perempuan satu atau lebih (2/3).
b. Saudara perempuan kandung bersama saudara perempuan seayah (2/3)

• Hijab dan Mahjub
Hijab berarti tutup/tabir. Maksudnya ialah seorang yang menjadi penghalang atas ahli waris lainnya untuk menerima harta waris.
Hijab dibagi menjadi 2 macam yaitu:
a. Hijab hirman, yakni tertutup secara mutlak Misalnya: Anak dan cucu sama-sama ahli waris, namun cucu tidak mendapat harta karena ada anak laki-laki.
b. Hijab nuqshan, yakni hijab yang hanya sekedar mengurangi jumlah yang diterima ahli waris.

• Perhitungan Warisan
Dalam ilmu faraid bagian ahli waris yang sudah ditentukan adalah 1/2, 1/4, 1/8, 2/3, 1/8, 1/6, maka dalam perhitungan harus dicari KPT (Kelipatan Persekutuan Terkecil) nya yang dalam ilmu faraid disebut dengan ashlul masalah.

• Adat dan Warisan
> Masyarakat Indonesia menganut hukum yang pluralis. Selain hukum agama, mereka juga menjunjung tinggi hukum adat. Menurut hukum adat, ahli waris adalah mereka yang paling dekat dengan generasi berikutnya, yaitu mereka yang menjadi besar dari keluarga yang mewariskan. Misalnya anak angkat dianggap sebagai anak sehingga mendapat harta warisan. Namun harta yang dapat diwariskan kepada anak angkat adalah harta yang diperoleh ketika waktu hidup bapak angkatnya. Begitupun sebaliknya apabila anak angkat lebih dahulu meningal dunia.

> Ada persamaan dan pebedaan antara adat dan warisan.
Persamaannya adalah:
a. Waktu pembagian setelah dikurangi biaya pengurusan mayat.
b. Bagian ahli waris laki-laki 2 kali bagian perempuan

Sedangkan Pebedaannya adalah:
d. Dalam hukum adat dibedakan antara yang diperoleh sewaktu hidup dan harta yang diperoleh dari orang tuanya.
e. Dalam hukum adat anak angkat berhak menerima warisan sedang dalam hukum Islam tidak berhak menerima.

> Supaya hukum adat dapat berdampingan dengan hukum kewarisan Islam di Indonesia, diatur di dalam Kompilasi Hukum Islam bahwa anak angkat dan bapak angkat tidak diberikan warisan. Sebagai gantinya mereka dapat menerima bagian harta peninggalan dari pihak yang meninggal terlebih dahulu dengan pola wasiat wajib yang dibatasi maksimal 1/3.

• Penyelesaian Sengketa Waris
> Seyogyanya apabila terjadi sengketa warisan yang disebabkan, misalnya penguasaan harta warisan oleh ahli waris tertentu, agar diselesaikan secara kekeluargaan. Hal ini supaya tidak menimbulkan konflik keluarga secara terbuka dan diketahui khalayak umum. Akan tetapi jika tidak dapat diupayakan perdamaian masing-masing ahli waris dapat mengajukan permohonan penyelesaian sengketa warisan kepada Pengadilan Agama di wilayah hukum tempat mereka.

> Menurut UU Nomor: 7 Tahun 1989, wewenang Pengadilan Agama dalam hal warisan ialah:
a. Menentukan siapa yang menjadi ahli waris.
b. Menentukan harta mana saja yang menjadi warisan.
c. Menentukan bagianya masing-masing ahli waris.
d. Melaksanakan pembagian warisan.

Demikian postingan Sekolahmuonline yang menyajikan Rangkuman PAIBP Kurikulum Merdeka Kelas XII Bab 4 Kewarisan dan Kearifan dalam Islam. Semoga bermanfaat. Jangan lupa berbagi kepada yang lainnya, cukup dengan meng-klik tombol share sosial media yang ada di bawah ini. Bisa lewat Facebook, Twitter, WhatsApp, dan yang lainnya. Selamat belajar, semoga bangsa Indonesia semakin maju dengan memiliki generasi yang rajin belajar.
Mei Inarti
Mei Inarti Seorang Guru Sekolah dan Ibu Rumah Tangga