Baca Berita-berita Website Besar pun Harus Hati-hati. Tidak Cerdas, Tercuci Otak Anda!

Sekolahmuonline - Baca Berita-berita Website Besar Kini Harus Hati-hati. Tidak Cerdas, Tercuci Otak Anda! Jargon media-media besar pengusung berita skala nasional dan internasional lewat penggunaan istilah "sumber akurat, sumber terpercaya, kredibel, dan lain-lain" tidak boleh kita telan mentah-mentah. Apa yang mereka jajakan semua adalah benar, merupakan kepercayaan bodoh. Yang perlu kita selalu ingat adalah, mereka itu "bisnis". Berdagang dengan tulisan. Yang namanya pedagang tentu tidak ingin rugi. Pengennya ya untung besar. Klo bisa, untung besar dan terus menerus mengalir tiada berhenti.

Karena orientasi mereka bisnis, ya bagaimna caranya agar bisnis tulisan mereka itu laku. Agar laku ya bagaimana caranya tulisan yang dijajakan banyak dibaca orang. Tidak peduli isinya benar apa tidak, intinya laku! Belum lagi kalau tulisannya pesanan. Ngeri! Yang tidak benar bisa jadi benar, yang benar bisa dibuat samar-samar jadi tidak jelas dan akhirnya jadi tidak benar.

Tentang cuci otak, wikipedia.org menjelaskan " cuci otak adalah sebuah upaya pembentukan ulang tata berpikir, perilaku dan kepercayaan tertentu menjadi sebuah tata nilai baru, praktik ini biasanya merupakan hasil dari tindakan indoktrinasi, dalam psikopolitik diperkenalkan dengan bantuan penggunaan obat-obatan, hipnotis/bius dan sebagainya." Dan sebagainya dalam definisi tersebut diantaranya ya lewat berita-berita media.

Maka kita harus (jika belum mulai) mulai menjadi pembaca berita yang cerdas. Cukup berita-berita membahas film fiksi atau entertainment saja yang kita percayai. Percaya bahwa itu memang hiburan. Jadi tidak usah terlalu didramatisir dalam kehidupan nyata seolah-olah kita yang jadi pemeran utama. Berita entertainment atau hiburan pun jika isinya cuma gosip, ya baca lewat saja atau lebih baik tinggalkan.

Adapun berita yang isinya "politik", harus seribu kali mikir untuk mempercayainya. Jika tidak ingin berfikir, ya cukup disenyumi saja judulnya. Tidak usah terburu-buru percaya dan membenarkan, tapi juga tidak lekas menyalahakan. Sementara senyumi saja. Mereka kan sedang dagang. Setidaknya kita senyum ramah pada pedagang. Senyum ramah tidak berarti harus beli (baca: percaya) pada "dagangannya". Kalau sudah dukaitkan politik, percayalah! Tidak ada media yang netral. Semuanya ada keberpihakan, meskipun halus disembunyikan.

Sebagai contoh, ada tulisan menarik yang dishare lewat WhatsApp berikut ini. Siapa penulisanya, Sekolahmuonline tidak tahu. Karena cuma tulisan tanpa nama penulis. Tidak masalah, kita kan butuh contoh dari ulasan ringkas judul di atas. Berikut ini isi tulisan lengkapnya.

Balada Media Massa Menggoreng Berita, Hangat...Hangat...Murah...dan Sehat...

Ramai pembicaraan bahwa gelar Prof. Amin Rais dicabut. Benarkah?

Lihat saja Viva News, Warta Ekonomi, Tribun, beritasatu, suara.com, bahkan kumparan.

Jika ditilik persoalannya sederhana. Otoritas di UGM ditanya tentang gelar profesor Amin Rais. Jawabannya normatif sebenarnya. Gelar profesor sebagai gelar akademik berakhir saat yang bersangkutan  pensiun. 

Secara resmi tidak ada kaitan antara UGM dengan Prof. Amin. Pak Amin adalah warga bebas yang bertanggung jawab sendiri atas aktivitasnya.

Lalu saat berita itu muncul, judulnya berbunyi "Universitas Gadjah Mada Cabut Gelar Professor Amin Rais." Ada yang lebih halus "UGM sebut Gelar Guru Besar Amin Rais Tidak Berlaku Lagi."
_(Waow...hebat nian nih wartawan saluran berita yang katanya kredibel)_

Agar lebih heboh, Menristekdikti dikonfirmasi. Mungkin untuk hati-hati, beliau memjawab bahwa itu urusan UGM. 

_(Ya betul. Yang tahu urusan dosennya adalah kampus tempat ia bekerja.)_

Tapi beritanya semakin panas. "UGM Cabut Gelar Amin Rais, Menristekdikti: "Itu Hak Universitas."

Lalu ada lagi yang menanyakan pada PAN dan PAN pun menjawab secara normatif. Tapi hadline beritanya jadi: "Isu Gelar Prof. Amin Rais Dicabut, PAN "Berkotek". 

_Coba dicek alur kisahnya._

Ada seseorang bertanya pada pihak UGM tentang gelar Professor Amin Rais. UGM menjawab secara normatif bahwa gelar akademik profesor tidak berlaku setelah pensiun dan Prof. Amin warga bebas yang bertanggung jawab sendiri atas aktivitasnya. 
 Jawaban itu benar 

adanya dan itu tidak hanya berlaku untuk Pak Amin, tetapi semua profesor. 

Meskipun biasanya setelah pensiun sebutan itu masih dipakai orang untuk memberi
penghormatan.

Herannya, ada wartawan yang menggoreng dengan memancing Menristekdikti. Lah, persoalan sudah jelas kenapa dikonfirmasi? 
Menristekdikti mengembalikan masalah ke UGM. 

Meski gagal mengadu domba,  wartawan tidak hilang akal. Ia tulis judul dengan bahasa provokatif: "UGM Cabut Gelar Amin Rais, Menristekdikti: "Itu Hak Universitas." Seolah UGM benar-benar mencabut gelar Amin Rais.

Agar lebih panas, PAN diwawancarai. Jawabannya pun standar saja. 

Wartawan tidak hilang akal. PAN dibilang berkotek agar ada kesan kubu Amin Rais+PAN versus UGM+Menristekdikti.

Itulah hebatnya post-truth. Sesuatu yang tidak ada masalah dimasalahkan dan fakta yang tidak ada diciptakan.

_Fenomena itu sama dengan ilustrasi berikut._
Si Amat pensiun dari guru ASN. Tiba-tiba ada wartawan tanya pada pihak sekolah apakah si Amat dipecat? Sekolah menjawab bahwa jika guru ASN sudah mencapai usia tertentu ia pensiun.

Wartawan itu lalu datang ke Bagian Kepegawaian Kota dan bertanya kepada pejabatnya: "Bagaimana pendapat anda tentang pemecatan si Amat."
Karena pejabat itu sibuk ia hanya bilang," Itu urusan sekolah yang bersangkutan."

Wartawan lalu tulis: "
 "Terkait Pemecatan Si Amat, Pejabat Kepegawaian Kota: " Itu Hak Sekolah "

Lalu, wartawan lain datang ke keluarga Si Amat. Keluarga Si Amat menjawab bahwa si Amat usianya sudah waktunya pensiun.
Wartawan tulis: "Tentang Pemecatan Si Amat, Keluarga Berkilah."

Kisah itu tidak hanya dibuat satu wartawan, tapi beberapa. Mengapa? Kolaborasi untuk mencari sensasi dan berita sehingga bisa kejar setoran. Sama-sama untung.

Lha, apa boleh mengarang berita. Nggak boleh sih! Tapi siapa yang mau negur. Sekarang asal beritanya mendiskriditkan tokoh oposisi pasti ramai dan tidak masalah. Jika ada yang protes pun, paling menguap.

Jika anda lihat film Spiderman kan juga begitu. Ada pimpinan Tabloid yang ingin berita tentang Spiderman negatif karena ia ingin beritanya heboh. Foto Spiderman dicarilah dari mana gitu. Akhurnya sukses. Medianya laris manis karena membuat berita heboh tentang Spiderman. Media lain pun segera ikutan agar tidak ketinggalan isu.

Nah, dimana etika jurnalisme?
Sstt...bisnis is bisnis...
Gak usah baperlah!😊

Nah dari tulisan di atas semoga dapat mencerahkan otak kita jika selama ini dalam keadaan gelap cuma mantuk-mantuk, manggut-manggut menelan berita yang ada secara mentah-mentah. Apalagi sebagai seorang muslim. Wajib berhati-hati. Kita tidak tahu siapa dibalik penulis atau sales berita yang dijajakan. Jika dalam al-Quran saja suruh tabayyun (crosscheck) berita yang dibawa oleh orang fasik agar tidak menimbulkan fitnah, apalagi penulis yang tidak jelas latar belakangnya. Kok masih saja langsung percaya? Wah, otak anda benar-benar sudah berhasil dicuci. Ingat!!! Kejahatan merusak otak terjadi tidak cuma karena diberi kesempatan, tapi juga karena kita tidak hati-hati! Maka waspadalah! Waspadalah!  Waspadalah!

Jika anda sadar, selamat anda tercerahkan. Jika tidak percaya tulisan ini, ya silahkan. Ini kan juga bagian dari usaha mendobrak cara berfikir otak anda dalam menyikapi berita-berita yang ada. Semoga tercerahkan!

Dan jangan lupa, mending baca-baca artikel atau postingan contoh-contoh soal atau materi peljaran biar anda tambah pintar. Aamiin.
Mei Inarti
Mei Inarti Seorang Guru Sekolah dan Ibu Rumah Tangga