MAKNA BERMUHAMMADIYAH
MAKNA BERMUHAMMADIYAH (KH. MS. Ibnu Juraimi Rahimahullah)
Alhamdulillah, ketika saya pertama kali memangku tugas selaku Majelis Tabligh PP Muhammadiyah, sekitar dua tahun yang lalu, telah dapat dilaksanakan proyek Rihlah Dakwah tahap I yang ketika itu dimulai dari Magelang, Temanggung, Banjarnegara, Purwokerto dan Tegal. Program ini merupakan suatu terobosan dari Majelis Tabligh PP Muhammadiyah, yaitu model kajian selama satu hari satu malam, menggunakan pendekatan spiritual dan intelektual. Selama 2 tahun itu, sekitar 215 PDM sudah sempat dikunjungi untuk melaksanakan pengajian ini. Bahkan ada yang sudah sampai 3 kali, karena mereka minta dilaksanakan lagi.
Tema yang diangkat dalam kajian satu hari satu malam ini adalah “Meningkatkan Kualitas Kepribadian Pimpinan agar Berakidah yang Benar, Memiliki Kemampuan Berpikir Bayani, Burhani dan Irfani, serta Dapat Menjadi Uswah Hasanah”. Sebuah tema yang luar biasa. Kalau dilaksanakan dengan waktu hanya kira-kira 1,5 jam, harapannya tidak mungkin akan tercapai. Sebab, pengajian model ini memerlukan proses. Dan, proses yang paling tepat itu kalau pengajian ini diprogram mulai dari pukul 4 sore sampai pukul 6 pagi.
Pengajian ini dulu sudah pernah dicoba di PDM Temanggung, dengan sasaran peserta para pimpinan. Para pimpinan Muhammadiyah ini dituntut menjadi pribadi yang berkualitas, sanggup berfikir bayani, burhani dan irfani.
Materi kajian dibagi dua. Karena menyangkut pimpinan Muhammadiyah, yang saya angkat pertama kali adalah tentang makna bermuhammadiyah. Jangan-jangan setelah sekian tahun bermuhammadiyah, ternyata kita tidak tahu apa sebenarnya bermuhammadiyah.
Kira-kira setahun yang lalu, PWM DIY mengadakan kegiatan pembinaan Daerah. Saya mendapat tugas untuk melakukan Konsolidasi Ideologi. Saya angkat tema “Bagaimana seharusnya kita bermuhammadiyah”. Ada lima hal pokok di dalam kita bermuhammadiyah.
Nampaknya, acara itu dianggap menarik. Sehingga pada tiga tempat yang menjadi tugas saya dalam Konsolidasi Ideologi ini, saya mengangkat tema ini. Setelah itu, insya Allah, baru kita bisa memposisikan diri sebagai pimpinan Muhammadiyah, dan apa yang perlu dilakukan selaku pimpinan Muhammadiyah.
Dari pengamatan, saya menjumpai di beberapa Daerah/PDM, ada Pimpinan Daerah yang diangkat menjadi pimpinan langsung dari Pimpinan Ranting, bahkan menduduki jabatan sebagai Ketua PDM. Padahal dia tidak tahu seluk beluk Muhammadiyah, tidak kenal apa itu Muqaddimah Anggaran Dasar Muhammadiyah, tidak tahu apa itu MKCH, apalagi Kepribadian Muhammadiyah. Hanya karena kebetulan dia pinter bicara, ketika diselenggarakan Musyawarah Daerah, ia kelihatan menonjol, lalu terpilih menjadi ketua PDM.
Di sisi lain, bisa kita saksikan juga bahwa banyak orang tertarik dengan Muhammadiyah. Rupanya dengan aktif di Muhammadiyah itu bisa menjadi jembatan untuk, misalnya, menjadi anggota Dewan.
Konon, saya tidak tahu pasti, di Jawa Tengah, kini sedang ramai-ramainya orang Muhammadiyah berupaya untuk bisa menjadi calon anggota Dewan. Padahal tidak semua dari mereka itu bisa terangkat menjadi anggota Dewan, sehingga kemudian terjadi masalah. Di antara mereka sendiri saling padu, konflik antar sesama teman sendiri. Memperhatikan hal yang demikian, maka kita perlu faham bagaimana sebenarnya bermuhammadiyah itu.
(Transkrip Ceramah Ustadz Ibnu Juraimi dalam Pengajian Paripurna Program Rihlah Dakwah di PDM Temanggung Jawa Tengah.
Ditranskrip oleh Arief Budiman Ch.)
Alhamdulillah, ketika saya pertama kali memangku tugas selaku Majelis Tabligh PP Muhammadiyah, sekitar dua tahun yang lalu, telah dapat dilaksanakan proyek Rihlah Dakwah tahap I yang ketika itu dimulai dari Magelang, Temanggung, Banjarnegara, Purwokerto dan Tegal. Program ini merupakan suatu terobosan dari Majelis Tabligh PP Muhammadiyah, yaitu model kajian selama satu hari satu malam, menggunakan pendekatan spiritual dan intelektual. Selama 2 tahun itu, sekitar 215 PDM sudah sempat dikunjungi untuk melaksanakan pengajian ini. Bahkan ada yang sudah sampai 3 kali, karena mereka minta dilaksanakan lagi.
Tema yang diangkat dalam kajian satu hari satu malam ini adalah “Meningkatkan Kualitas Kepribadian Pimpinan agar Berakidah yang Benar, Memiliki Kemampuan Berpikir Bayani, Burhani dan Irfani, serta Dapat Menjadi Uswah Hasanah”. Sebuah tema yang luar biasa. Kalau dilaksanakan dengan waktu hanya kira-kira 1,5 jam, harapannya tidak mungkin akan tercapai. Sebab, pengajian model ini memerlukan proses. Dan, proses yang paling tepat itu kalau pengajian ini diprogram mulai dari pukul 4 sore sampai pukul 6 pagi.
Pengajian ini dulu sudah pernah dicoba di PDM Temanggung, dengan sasaran peserta para pimpinan. Para pimpinan Muhammadiyah ini dituntut menjadi pribadi yang berkualitas, sanggup berfikir bayani, burhani dan irfani.
Materi kajian dibagi dua. Karena menyangkut pimpinan Muhammadiyah, yang saya angkat pertama kali adalah tentang makna bermuhammadiyah. Jangan-jangan setelah sekian tahun bermuhammadiyah, ternyata kita tidak tahu apa sebenarnya bermuhammadiyah.
Kira-kira setahun yang lalu, PWM DIY mengadakan kegiatan pembinaan Daerah. Saya mendapat tugas untuk melakukan Konsolidasi Ideologi. Saya angkat tema “Bagaimana seharusnya kita bermuhammadiyah”. Ada lima hal pokok di dalam kita bermuhammadiyah.
Nampaknya, acara itu dianggap menarik. Sehingga pada tiga tempat yang menjadi tugas saya dalam Konsolidasi Ideologi ini, saya mengangkat tema ini. Setelah itu, insya Allah, baru kita bisa memposisikan diri sebagai pimpinan Muhammadiyah, dan apa yang perlu dilakukan selaku pimpinan Muhammadiyah.
Dari pengamatan, saya menjumpai di beberapa Daerah/PDM, ada Pimpinan Daerah yang diangkat menjadi pimpinan langsung dari Pimpinan Ranting, bahkan menduduki jabatan sebagai Ketua PDM. Padahal dia tidak tahu seluk beluk Muhammadiyah, tidak kenal apa itu Muqaddimah Anggaran Dasar Muhammadiyah, tidak tahu apa itu MKCH, apalagi Kepribadian Muhammadiyah. Hanya karena kebetulan dia pinter bicara, ketika diselenggarakan Musyawarah Daerah, ia kelihatan menonjol, lalu terpilih menjadi ketua PDM.
Di sisi lain, bisa kita saksikan juga bahwa banyak orang tertarik dengan Muhammadiyah. Rupanya dengan aktif di Muhammadiyah itu bisa menjadi jembatan untuk, misalnya, menjadi anggota Dewan.
Konon, saya tidak tahu pasti, di Jawa Tengah, kini sedang ramai-ramainya orang Muhammadiyah berupaya untuk bisa menjadi calon anggota Dewan. Padahal tidak semua dari mereka itu bisa terangkat menjadi anggota Dewan, sehingga kemudian terjadi masalah. Di antara mereka sendiri saling padu, konflik antar sesama teman sendiri. Memperhatikan hal yang demikian, maka kita perlu faham bagaimana sebenarnya bermuhammadiyah itu.
(Transkrip Ceramah Ustadz Ibnu Juraimi dalam Pengajian Paripurna Program Rihlah Dakwah di PDM Temanggung Jawa Tengah.
Ditranskrip oleh Arief Budiman Ch.)