Pelajaran Kelima (Falsafah Ajaran K.H. Ahmad Dahlan)
Pelajaran Kelima (Falsafah Ajaran K.H.
Ahmad Dahlan)
Setelah manusia
mendengarkan pelajaran–pelajaran fatwa yang bermacam-macam membaca beberapa
tumpuk buku dan sesudah memperbincangkan, memikir–mikir, menimbang, membanding-banding kesana kemari, barulah mereka itu dapat memperoleh keputusan,
memperoleh barang yang benar yang sesungguh–sungguhnya. Dengan akal fikirannya
sendiri dapat mengetahui dan menetapkan inilah perbuatan yang benar.
Sekarang, kebiasan
manusia tidak berani memegang teguh pendirian dan perbuatan yang benar karena
khawatir kalau menempati barang yang benar akan terpisah dari apa–apa yang
sudah menjadi kesenangannya khawatir aka terpisah dengan teman–temannya. Pendek
kata banyak kekhawatiran itu yang akhirnya tidak berani mengerjakan baran yang
benar, kemudian hidupnya seperti makhluk yang tak berakal hidup asal hidup
tidak menempati kebenaran.
“Adakah engkau kira bahwasannya kebanyakan manusia itu suka
mendengarkan (pelajaran yang benar) atau suka memikir – mikir (menetapi
perbuatan yang benar)? Sungguh tidak !!! tak lain dan tak bukan mereka itu
hanyalah sebagai hewan malah mereka itu lebih sesat lagi jalan yang ditempuh
(Q.S Al-Furqon 44).”
Keterangan : kalau
kehidupan hewan berebut dan merampas hak lain tidak tahu peraturan tidak
mengerjakan barang benar itu sudah semestinya. Karena hewan tidak tidak
mempunyai akal, tidzak dapat berfikir, jadi tidak bersalah. Tetapi kalau
manusia bagaimana? Manusia mengerti barang yang benar, mengerti barang yang
salah, tetapi perbuatannya selalu tidak menepati kebenaran dan tidak tahu
gunanya hidup tidak tahu hikmah dia dijadikan.
Fatwa K.H. Ahmad
Dahlan : “Manusia tidak menuruti, tidak memperdulikan barang yang sudah terang
benar bagi dirinya. Artinya diri sendiri, fikirannya sendiri, sudah dapat
mengatakan itu benar, tetapi tidak mau menuruti barang yang benar, karena takut
mendapat kesukaran takut berat dan macam–macam yang dilhawatirkan karena nafsu
dan hatinya sudah terlanjur rusak, berpenyakit akhlak (budi pekerti) hanyut dan
tertarik oleh kebiasaan buruk.”
K.H. Ahmad Dahlan
sering berbisik–bisik membaca sya’ir :
“Dalam agamaku terang benderang bagi orang yang mendapat petunjuk
tetapi hawa nafsunya (menuruti kesenangan) merajalela dimana–mana kemudian
menjadikan akal manusia menjadi buta.”
Fatwa K.H. Ahmad
Dahlan : “Mula–mula agama islam itu cemerlang, kemudian kelihatan makin suram.
Tetapi sesungguhnya yang suram itu adalah manusianya bukanlah agamanya.”
Agama adalah bukan
barang yang kasar, yang harus dimasukan kedalam telinga, akan tetapi agama Islam
adalah agama fitrah. Artinya ajaran yang mencocoki kesucian manusia.
Sesungguhnya agama bukanlah amal lahir yang dapat dilihat. Amal yang kelihatan
itu hanyalah manifestasi dan daya dari ruh agama. Sesungguhnya agama itu ialah
:
“ Condongnya nafsu ruhani naik kepada kesempurnaan tertinggi yang
suci dan luhur, bersih dari pengaruh kebendaan.”
Jadi orang menetapi
agama ialah orang yang condong kepda kesucian iman kepada Allah bersih dari
pengaruh yang bermacam– macam.
Tersebut dalam Al
Qur’an surat Ar
ruum ayat 30 :
“Luruskanlah mukamu menghadap
agama islam dengan condongnya hati (kepada Allah) yaitu agama ciptaan Allah.
Allah yang telah menjadikan manusia bersesuaian dengan kesucian agama itu.
Tidak ada bandingan bagi ciptaan Allah itu. Demikian tadi adalah agama yang
lurus. Tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.”
Keterangan :
1. Manusia asal
mulanya suci
2. Kemudian manusia
kemasukan adat atau kebiasaan kotor lalu hatinya mengandung penyakit
3. Kemudian menolak
ajaran – ajaran yang baik yang suci dan yang benar
Manusia harus
mengadakan kebersihan diri dari kotoran-kotoran yang ada dalam hati. Setelah
hatinya jernih, baru dapat menerima ajaran-ajaran para rasul, kemudian baru
dapat meningkat naik ke alam kesucian
(Sumber:
Falsafah Ajaran K.H.
Ahmad Dahlan,
Oleh : K.R.H. Hadjid, Edisi Revisi th 2004)