7 Falsafah K.H. Ahmad Dahlan (Makalah)
7 Falsafah K.H. Ahmad Dahlan
PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Muhammadiyah merupakan organisasi Islam terbesar di Indonesia, bahkan di dunia. Besarnya jumlah lembaga pendidikan merupakan bukti konkrit peran penting Muhammadiyah dalam proses pemberdayaan umat islam dan pencerdasan bangsa. Diskusi tentang pendidikan Muhammadiyah sebagai salah satu pembaharuan pendidikan islam di Indonesia tidak dapat dilepaskan dari pemikiran para pendirinya. Salah satu tokoh pendidikan Muhammadiyah yang paling menonjol adalah KH. Ahmad Dahlan.
Semua ibadah diharamkan kecuali yang ada perintahnya dari Nabi Muhammad”, itulah ajaran utama dari K.H.Ahmad Dahlan. Ajaran ini terus dipegang oleh anggota Muhammadiyah sampai sekarang. Ini juga reformasi yang dilakukan oleh K.H. Ahmad Dahlan terhadap ajaran agama yang berlangsung saat itu di Jawa. Dahlan juga mereformasi sistem pendidikan pesantren yang menurutnya tidak jelas jenjangnya dan tidak efektif metodenya karena mengutamakan menghafal serta tidak merespons ilmu pengetahuan umum, Dahlan juga memurnikan agama Islam dari percampurannya dengan agama Hindu, Budha, animisme, dinamisme, dan kejawen.
Rumusan Masalah
Adapun masalah-masalah yang akan kami bahas dalam makalah ini adalah :
1. Bagaimana Riwayat Hidup K.H. Ahmad Dahlan?
2. Apakah tujuan pendidikan K.H. Ahmad Dahlan?
3. Apa saja yang menjadi ajaran K.H. Ahmad Dahlan?
4. Apa saja pokok wejangan K.H. Ahmad Dahlan?
PEMBAHASAN
A. Riwayat Hidup K.H. Ahmad Dahlan
Ahmad Dahlan dilahirkan di daerah Kauman kota Yogyakarta dengan nama Muhammad Darwis pada tahun 1869, sumber lain mengatakan tahun 1868. Memang kelahiran Ahmad Dahlan agak gelap tanggal pastinyapun tidak terlacak. Okelah kita tidak mempermasalahkan kelahirannya melainkan karyanya. Organisasi yang dia dirikan yaitu Muhammadiyah sekarang menjadi maju dan menjadi organisasi massa Islam terbesar di Indonesia bahkan di dunia dari segi anggotanya. Ahmad Dahlan adalah anak seorang kyai tradisional yaitu K.H. Abu Bakar bin Kyai Sulaiman, seorang khatib di Masjid Sultan di kota itu. Ibunya Siti Aminah adalah anak Haji Ibrahim, seorang penghulu. Ahmad Dahlan adalah anak keempat dari tujuh bersaudara.
Sebagaimana anak seorang kyai pada masa itu pemuda Darwis juga menimba ilmu ke banyak kyai. Ia belajar ilmu fikih kepada KH Muhammad Shaleh, ilmu Nahwu-Sharaf (tata bahasa) kepada KH Muhsin, ilmu falak (astronomi) kepada KH Raden Dahlan, ilmu hadis kepada kyai Mahfud dan Syekh KH Ayyat, ilmu Al Qur-an kepada Syekh Amin dan Sayid Bakri Satock, dan ilmu pengobatan dan racun binatang kepada Syekh Hasan. Ketika berumur 21 tahun (1890), KH Ahmad Dahlan pergi ke tanah suci Mekkah untuk naik haji dan menuntut ilmu di sana. Ia belajar selama setahun. Salah seorang gurunya adalah Syekh Ahmad Khatib Al Minangkabawi.
Dahlan satu guru satu ilmu lagi dengan KH Hasyim Asy’ari (pendiri NU). Ia juga satu guru dengan Haji Abdul Karim Amrullah (ayah Buya Hamka) dan Syekh Muhammad Djamil Djambek. Seluruh gerakan Islam di Indonesia yang menjadi mainstream sumbernya satu yaitu Syekh Ahmad Khatib Al Minangkabawi yang menjadi Imam Masjidil Haram di Mekkah. Dari Ahmad Khatib inilah Dahlan berkenalan dengan pemikiran trio pembaharu dan Reformis Islam dari Timur Tengah yaitu Sayid Jamaluddin Al Afghani, Syekh Muhammad Abduh, dan Syekh Muhammad Rasyid Ridha.
Akhirnya Dahlan membawa gerakan Reformasi ini ke Indonesia. Dahlan mulai mengintrodusir cita-cita reformasinya itu mulanya dengan mencoba mengubah arah kiblat di Masjid Sultan di Keraton Yogyakarta ke arah yang sebenarnya yaitu Barat Laut (sebelumnya ke Barat).
Perubahan-perubahan ini, walaupun bagi kita sekarang sangat kecil artinya, memperlihatkan kesadaran Dahlan tentang perlunya membuang kebiasaan-kebiasaan yang tidak baik dan yang menurut pendapatnya memang tidak sesuai dengan ajaran Islam. Jadi ia ingin membersihkan Islam dan umat Islam baik secara fisik (dengan membuat higienis kampungnya) maupun mental spiritual (dengan memberantas tradisi yang bercampur dengan ajaran Hindu, Budha, Animisme, Dinamisme, dan kebatinan).
K.H. Ahmad Dahlan di samping mempunyai sifat dzakak (cerdas akalnya) untuk memahami kitab yang sukar, beliau mempunyai maziyah atau keistimewaan dalam khauf atau rasa takut terhadap نبآء العظيم (Kabar bahaya yang besar) yang tersebut dalam Al Qur’an surat An–Naba’, sehingga nampak dalam kata–katanya, pelajaran yang diberikan dan nasehat–nasehat serta wejangan–wejangan beliau.
Pada akhir usianya, ketika beliau sakit nampak sedang dakam sifat raja’ yaitu mengharap–harap rahmat tuhan. K.H.Ahmad Dahlan seperti salah satunya tentara yang tahu mempergunakan bermacam–macam senjata menurut mestinya. Sehingga K.H. Ahmad Dahlan itu mendapat berkah dari Allah SWT. Berguna bagi umat Islam Indonesia dan perkumpulan Muhammadiyah yang didirikan oleh K.H. Ahmad Dahlan yang maksudnya untuk patuh mengikuti jejak Nabi Muhammad SAW mendapat karunia dan dapat hidup dengan suburnya.
B. Tujuan Pendidikan K.H. Ahmad Dahlan
Menurut KH. Ahmad Dahlan, pendidikan islam hendaknya diarahkan pada usaha membentuk manusia muslim yang berbudi pekerti luhur, alim dalam agama, luas pandangan dan paham masalah ilmu keduniaan, serta bersedia berjuang untuk kemajuan masyarakatnya. Tujuan pendidikan tersebut merupakan pembaharuan dari tujuan pendidikan yang saling bertentangan pada saat itu yaitu pendidikan pesantren dan pendidikan sekolah model Belanda. Di satu sisi pendidikan pesantren hanya bertujuan utnuk menciptakan individu yang salih dan mengalami ilmu agama. Sebaliknya, pendidikan sekolah model Belanda merupakan pendidikan sekuler yang didalamnya tidak diajarkan agma sama sekali. Akibat dialisme pendidikan tersebut lahirlah dua kutub intelegensia : lulusan pesantren yang menguasai agama tetapi tidak menguasai ilmu umum dan sekolah Belanda yang menguasai ilmu umum tetapi tidak menguasai ilmu agama.
Melihat ketimpangan tersebut KH. Ahamd Dahlan berpendapat bahwa tujuan pendidikan yang sempurna adalah melahirkan individu yang utuh menguasai ilmu agama dan ilmu umum, material dan spritual serta dunia dan akhirat. Bagi KH. Ahmad Dahlan kedua hal tersebut (agama-umum, material-spritual dan dunia-akhirat) merupakan hal yang tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Inilah yang menjadi alasan mengapa KH. Ahmad Dahlan mengajarkan pelajaran agama dan ilmu umum sekaligus di Madrasah Muhammadiyah.
C. Ajaran K.H. Ahmad Dahlan
1. Pelajaran Pertama
Kita manusia ini, hidup di dunia hanya sekali, untuk bertaruh. Sesudah mati akan mendapat kebahagiaankah atau kesengsaraankah? Kerap kali beliau mengutarakan perkataan ulama :
Artinya: “Manusia itu semuanya mati (mati perasaannya) kecuali para ulama,
yaitu orang–orang yang berilmu. Dan ulama–ulama itu dalam kebingungan, kecuali mereka yang beramal. Dan mereka yang ikhlas dan bersih”.
Tiap–tiap manusia masing–masing tertarik dan merasakan hal–hal yang sedang meliputi dirinya dan disitulah mereka mempunyai kepentingan sendiri sendiri. Hingga mereka lupa tidak ingat akan nasibnya di kemudian hari. Kebanyakan manusia tidak memikirkan nasibnya sesudah mati karena tergila-gila merasakan kesenangan atau tenggelam merasakan kesusahan.
Manusia lupa bahwa bertambah hari, makin berkurang umurnya, dan makin dekat dengan kepada saat kematiannya. Hidup didunia hanya sekali buat tebakan, hidup sekali buat pertaruhan. Hal itu dapat diuraikan :
a. Golongan orang–orang yang belum mendapat ajaran agama, atau menolak ajaran agama, tergesa–gesa mengambil keputusan akan menemui kejadian apapun tidak ada pengusutan dan tidak ada pembalasan pahala dan hukuman.
b. Menurut ajaran para nabi, para Rasul dan terutama ajaran nabi Muhammad saw berganti–ganti, terus–menerus hingga sekarang ini, mereka umat islam mengambil keputusan bahwa manusia itu ada asal usulnya, sesudah mati akan menerima akibat pahala ataupun hukuman.
Terhadap orang–orang yang berbuat salah, buruk tingkah lakunya akan mendapatkan hukuman dan siksa yang sangat pedih. Kalau hidupnya yang sekali itu sampai sesat, keliru apalagi sampai salah kepercayaan dan tingkah lakunya pasti akan salah terka, akan rugi, celaka dan sengsara selama-lamanya. Bertalian dengan pelajaran pertama ini, didekat meja tulis K.H. Ahmad Dahlan tertpampang papan tulis. Pada papan tersebut suatu peringatan yang khusus untuk beliau yang selalu diperhatikan siang dan malam. Peringatan itu berbunyi demikian :
Artinya: “Hai Dahlan!! Sungguh bahaya yang menyusahkan itu terlalu besar demikian pula perkara–perkara yang mengejutkan di depanmu, dan pasti kau akan menemui kenyataan demikian itu, mungkin engkau selamat tetapi juga mungkin tewas menemui bahaya.
Hai Dahlan !! coba bayangkanlah seolah–olah badanmu sendiri hanya berhadapan dengan Allah saja dan dihadapanmu ada bahaya maut, peradilan, hisab atay peperiksaan, surga dan neraka. (hitungan yang akhir itulah yang menentukan nasibmu). Dan fikirkanlah, renungkanlah apa–apa yang mendekati kau dari pada sesuatu yang ada dimukamu (bahaya maut) dan
tinggalkanlah selain itu”.
Pada suatu hari K.H. Ahmad Dahlan memberi fatwa demikian : “Bermacam–macam corak–ragamnya mereka mengajukan pertanyaan demikian : harus bagaimanakah supaya diriku selamat dari api neraka? Harus mengerjakan perintah apa? Beramal apa? Menjauhi dan meninggalkan apa?
Pernyataan K.H. Ahmad Dahlan :
“Orang yang sedang tersangkut perkara criminal, dia takut akan dijatuhi hukuman penjara. Menunggu–nunggu putusan hakim pengadilan negeri, karena takut hukuman penjara. Siang dan malam selalu termenung, sampai makan tidak enak, tidur tidak nyenyak. Selalu gelisah dan kesana kemari mencari Advocat atau pokrol.
Tentu saja orang mukmin yang takut akan bahaya maut, takut akan diusut perbuatannya, takut akan diputus perkaranya, takut akan adanya pembalasan berupa siksa atau hukuman, pasti selalu harus bingung mencari usaha bagaimana caranya mendapat keselamatan, harus kemana–mana bertanya, bagaimana supaya dapat selamat. Tidak cukup hanya kira– kira dan diputusi sendiri. Ingatlah : hanya sekali hidup di dunia untuk bertaruh”.
2. Pelajaran Kedua
Kebanyakan diantara manusia berwatak angkuh, dan takabur, mereka mengambil keputusan sendiri – sendiri. Sebagaimana orang Yahudi yang menganggap bahwa dirinya akan bahagia, selain orang Yahudi akan sengsara. Begitu juga orang Kristen menganggap bahwa hanya golongannya yang akan bahagia mendapat surga, lainnya akan sengsara.
Sekarang bagaimana orang yang tidak beragama ? Adapun Golongan mereka yang tidak berdasar agama ditetapkan oleh golongan – golongan beragama baik golongan Islam, Yahudi, Kristen, Majusi ataupun golongan agama lain – lainnya bahwa golongan yang tidak beragama itu semuanya akan celaka dan sengsara. Golongan yang tidak beragama mempunyai anggapan bahwa manusia itu sesudah mati tidak akan celaka dan tidak akan disiksa. Disini teranglah bahwa tiap – tiap golongan melemparkan kecelakaan kepada lainnya. Pernyataan fatwa K.H. Ahmad Dahlan : “Manusia satu sama lain selalu melemparkan pisau cukur, mempunyai anggapan pasti tepat dia melemparkan celaka kepada orang lain”.
K.H. Ahmad Dahlan heran, mengapa pemimpin – pemimpin agama dan tidak beragama selalu hanya beranggap, mengambil keputusan sendiri tanpa mengadakan pertemuan antara mereka, tidak mau bertukar fikiran memperbincangkan mana yang benar dan mana yang salah? Hanya anggapan-anggapan, disepakatkan dengan isterinya, disepakatkan dengan muridnya, disepakatkan dengan teman gurunya sendiri. Tentu saja dibenarkan. Tetapi marilah mengadakan permusyawaratan dengan golongan lain di luar golongan masing – masing untuk membicarakan manakah sesungguhnya yang benar itu?
“Semua golongan bersukaria dengan barang yang ada dalam golongannya” mereka merasa sudah benar tidak memerlukan lagi untuk mengetahui keadaan golongan lain, tidak memerlukan bermusyawarah dengan golongan lain dan mengabaikan terhadap hujjah atau alasan golongan lain. Sudah teguh pendiriannya sengaja tidak mau membanding – banding atau menimbang. Tetapi kenyataanya satu sama lain selalu bertengkar, berselisih dan bermusuhan. Padahal sudah menjadi kepastian bahwa barang yang diperselisihkan itu kalau sudah diselidiki, tentu akan terdapat mana yang benar dan mana yang salah. Hanya satu yang benar diantara yang banyak itu.
Tersebut dalam Al Qur’an : “Maka tidak ada sesudahnya yang benar, kecuali yang salah”. Hanya sekali hidup di bumi untuk bertaruh. K.H. Ahmad Dahlan membacakan surat Al ‘araf : 99 :
“Tidaklah khawatir akan siksa Allah, kecuali mereka golongan yang rugi”.
3. Pelajaran Ketiga
Manusia itu kalau mengerjakan pekerjaan apapun, sekali, dua kali, berulang – ulang maka kemudian jadi biasa. Kalau sudah menjadi kesenangan yang dicintai, maka kebiasaan yang dicintai itu sukar untuk di robah. Sudah menjadi tabi’at, bahwa kebanyakan manusia membela adat kebiasaan yang telah diterima, baik pun dari sudut keyakinan atau I’tiqad, perasaan kehendak mau pun amal perbuatan. Kalau ada yang akan merobah, sanggup membela dengan mengorbankan jiwa raga. Demikian itu karena anggapan bahwa apa yang dimiliki adalah benar.
Hati atau nafsu manusia itulah ada ibarat sebuah botol yang tidak berisi. Mula – mula lahir di dunia suci-bersih, kemudian orang tuanya diberi tuntunan, dari pergaulannya mendapat pendidikan dan pelajaran, baikpun dari teman, guru atau pun dari orang – orang tua di kampong halamannya. Dengan demikian masuklah beberapa pengetahuan yang mempengaruhi kepada akal fikiran, perasaan, kehendak dan perbuatannya, tercetak dalam nafsunya hingga menjadi kesenangan dan kepuasan dan menjadi keteguhan kemudian menganggap hanya itu yang benar. Bilamana apa berbeda dengan dirinya dianggapnya itu salah. “Manusia itu semua benci kepada yang yang tidak diketahui.”
4. Pelajaran Keempat
Manusia perlu digolongkan menjadi satu dalam kebenaran, harus bersama – sama mempergunakan akal fikirannya untuk berfikir, bagaimana sebenarnya hakikat dan tujuan manusia hidup di dunia. Apakah perlunya? hidup di dunia harus mengerjakan apa? dan mencari apa? dan apa yang dituju?
Manusia harus mempergunakan akal fikirannya untuk mengoreksi soal I’tikad dan kepercayaannya, tujuan hidup dan tingkah lakunya, mencari kebenaran yang sejati, karena kalau hidup di dunia hanya sekali ini sampai sesat, akibatnya akan celaka dan sengsara selama – lamanya. “Adakah engkau menyangka, bahwasannya kebanyakan manusia, suka mendengarkan atau memikir– mikir? Mau mencari ilmu yang benar?
5. Pelajaran Kelima
Setelah manusia mendengarkan pelajaran–pelajaran fatwa yang bermacam–macam membaca beberapa tumpuk buku dan sesudah memperbincangkan, memikir–mikir, menimbang, membanding– banding kesana kemari, barulah mereka itu dapat memperoleh keputusan, memperoleh barang yang benar yang sesungguh–sungguhnya.
Fatwa K.H. Ahmad Dahlan: “Mula–mula agama islam itu cemerlang, kemudian kelihatan makin suram. Tetapi sesungguhnya yang suram itu adalah manusianya bukanlah agamanya.” Agama adalah bukan barang yang kasar, yang harus dimasukan kedalam telinga, akan tetapi agama Islam adalah agama fitrah. Artinya ajaran yang mencocoki kesucian manusia. Sesungguhnya agama bukanlah amal lahir yang dapat dilihat. Amal yang kelihatan itu hanyalah manifestasi dan daya dari ruh agama. Sesungguhnya agama itu ialah:
“ Condongnya nafsu ruhani naik kepada kesempurnaan tertinggi yang suci dan luhur, bersih dari pengaruh kebendaan.” Jadi orang menetapi agama ialah orang yang condong kepda kesucian iman kepada Allah bersih dari pengaruh yang bermacam– macam. Keterangan :
a) Manusia asal mulanya suci
b) Kemudian manusia kemasukan adat atau kebiasaan kotor lalu hatinya mengandung penyakit
c) Kemudian menolak ajaran – ajaran yang baik yang suci dan yang benar
d) Manusia harus mengadakan kebersihan diri dari kotoran – kotoran yang ada dalam hati. Setelah hatinya jernih, baru dapat menerima ajaran – ajaran para rasul, kemudian baru dapat meningkat naik ke alam kesucian
6. Pelajaran Keenam
Kebanyakan pemimpin–pemimpin rakyat, belum berani mengorbankan harta benda dan jiwanya untuk berusaha tergolongnya umat manusia dalam kebenaran. Malah pemimpin–pemimpin itu biasanya hanya mempermainkan, memperalat manusia yang bodoh– bodoh dan lemah.
7. Pelajaran Ketujuh
Pelajaran terbagi kepada dua bagian :
1. Belajar Ilmu (pengetahuan dan teori)
2. Belajar amal (mengerjakan, memperaktekan)
Semua pelajaran harus dengan cara sedikit demi sedikit, setingkat demi setingkat. Misalnya : seorang anak akan mempelajari huruf a, b, c, d kalau belum faham benar – benar tentang 4 huruf a, b, c, d itu, tidak perlu ditambah pelajarannya dengan e, f, g, h. Demikian juga belajar beramal, harus dengan cara bertingkat. Kalau setingkat saja belum dapat mengerjakan tidak perlu ditambah.
D. Pokok Wejangan K.H Ahmad Dahlan
Adapun 17 kelompok ayat Al-Qur’an yang menjadi pokok wejangan dan pelajaran dari pendiri Persyarikatan Muhammadiyah adalah sebagai berikut;
1) Membersihkan diri sendiri, Al-Jâtsiyah ayat 23;
2) Menggempur hawa nafsu mencintai harta benda, al-Fajr ayat 17-23;
3) Orang yang mendustakan agama, al-Mâ’ûn ayat 1-7;
4) Apakah artinya agama itu, al-Rûm ayat 30;
5) Islam dan sosialisme, al-Tawbah ayat 34-35;
6) Surat al-‘Ashr ayat 1-3;
7) Iman/kepercayaan, al-‘Ankabût ayat 1-3;
8) Amal sholeh, al-Kahfi ayat 110 dan al-Zumar ayat 2
9) Wa tawâshaw bil haqq, Yûnus ayat 108, al-Kahf ayat 29, Muhammad ayat 3, al-An’âm ayat 116, al-Furqân ayat 44, al-Anbiyâ’ ayat 24, Yûnus ayat 32, al-Shaff ayat 9, al-Baqarah ayat 147, al-Anfâl ayat 8, al-Isrâ’ ayat 81 dan al-Mu’minûn ayat 70;
10) Wa tawâshaw bish-shabri;
11) Jihad, Âli ‘Imrân ayat 142;
12) Wa anâ minal muslimîn, al-An’âm ayat 162-163;
13) Al-Birru, Âli ‘Imrân ayat 92;
14) Surat al-Qâri’ah ayat 6-11;
15) Surat al-Shaff ayat 2-3;
16) Menjaga diri, al-Tahrîm ayat 6; dan terakhir
17) Apakah belum waktunya, surat al-Hadîd ayat 16.
KESIMPULAN
Perkembangan Muhammadiyah yang cukup pesat dan telah meluas ke seluruh dunia tidak lepas dari betapa besarnya peran K.H. Ahmad Dahlan dengan pemikiran-pemikirannya untuk melaksanakan pembaharuan bagi umat Islam.
Inilah tujuh ajaran K.H. Ahmad Dahlan yang sangat penting untuk bekal hidup kita :
1) Kita, manusia ini, hidup di dunia hanya sekali untuk bertaruh: sesudah mati, akan mendapat kebahagiaankah atau kesengsaraan?
2) Kebanyakan diantara manusia berwatak angkuh dan takabbur, mereka mengambil keputusan sendiri-sendiri.
3) Manusia itu kalau mengerjakan pekerjaan apapun, sekali, dua kali, berulang-ulang, maka kemudian jadi biasa. Kalau sudah menjadi kesenangan yang dicintai, maka kebiasaan yang dicintai itu sukar untuk diubah.
4) Manusia perlu digolongkan menjadi satu dalam kebenaran, harus bersama-sama menggunakan akal fikirannya untuk memikirkan, bagaimana sebenarnya hakekat dan tujuan manusia hidup di dunia. Manusia harus mempergunakan pikirannya untuk mengoreksi soal i’tikad dan kepercayaannya, tujuan hidup dan tingkah lakunya, mencari kebenaran sejati. ”Adakah engkau menyangka bahwasanya kebanyakan manusia suka mendengarkan atau memikir-mikir mencari ilmu yang benar.”
5) Setelah manusia mendengarkan pelajaran-pelajaran fatwa yang bermacam-macam, membaca beberapa tumpuk buku, kebiasaan manusia tidak berani memegang teguh pendirian dan perbuatan yang benar karena banyak kekhawatiran yang akhirnya tidak berani mengerjakan barang yang benar, kemudian hidupnya seperti makhluq yang tak berakal, hidup asal hidup, tidak menempati kebenaran.
6) Kebanyakan pemimpin-pemimpin rakyat, belum berani mengorbankan harta benda dan jiwanya untuk berusaha tergolongnya umat manusia dalam kebenaran. Malah pemimpin-pemimpin itu biasanya hanya mempermainkan, memperalat manusia yang bodoh-bodoh dan lemah.
7) Pelajaran terbagi atas dua bagaian: belajar ilmu, pengetahuan atau teori dan belajar amal, mengerjakan atau mempraktekkan. Semua pelajaran harus dengan cara sedikit demi sedikit, setingkat demi setingkat. Demikian juga dalam belajar amal, harus bertingkat. Kalau setingkat saja belum dapat mengerjakan, tidak perlu ditambah.
Sumber makalah:
http://haniafathi.blogspot.com
===============
DAFTAR PUSTAKA
- Hadjid, K.R.H. Falsafah Ajaran K.H. Ahmad Dahlan (Edisi Revisi Th 2004)
- http://images.shimasyos.multiply.multiplycontent.com/attachment/0/SookUwoKCJEAAH4mJDo1/ISLAM%2520Falsafah%2520ajaran%2520KH.%2520Ahmad%2520Dahlan.pdf
- http://fatikulhimami.multiply.com/journal/item/11?&show_interstitial=1&u=%2Fjournal%2Fitem
- http://konsep-pendidikan-perspektif-ahmad.html